Post Page Advertisement [Top]

 
TRIMATRANews | Padang Pariaman (SUMBAR)  - Nagari Tandikek, sebuah desa kecil yang tenang di Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, mendadak gempar. Keheningan desa yang biasa diselimuti suara anak-anak mengaji di surau usai Magrib, kini berubah menjadi bisikan cemas dan kemarahan. 

Semua bermula dari satu laporan yang menggetarkan hati banyak orang: seorang guru mengaji, sosok yang seharusnya menjadi panutan, justru diduga mencederai kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Dugaan Kejahatan di Balik Jubah Kesalehan

TI, seorang pria berusia 71 tahun yang selama ini dikenal sebagai guru mengaji di surau setempat, kini harus berhadapan dengan hukum atas dugaan pencabulan terhadap seorang bocah berusia enam tahun, HZ. Tak ada yang menyangka, sosok yang setiap hari mengajarkan ayat-ayat suci kepada anak-anak justru terseret dalam tuduhan keji yang mencoreng martabatnya.

Perjalanan kasus ini dimulai dari laporan seorang ibu muda, RJ (30), yang mengaku curiga dengan perubahan sikap anaknya. HZ yang biasanya ceria dan bersemangat pergi mengaji, tiba-tiba berubah menjadi pendiam, sering menangis tanpa alasan yang jelas, dan menunjukkan ketakutan setiap kali ditanya tentang kegiatannya di surau. Kecurigaan RJ semakin menguat ketika anaknya akhirnya mengungkapkan kejadian yang dialaminya di tempat yang seharusnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak belajar agama.

Merasa ada yang tidak beres, RJ segera melaporkan kejadian tersebut ke Polres Padang Pariaman pada Rabu, 8 Januari 2025. Laporan itu tercatat dengan Nomor LP/B/7/1/2025/SPKT/Polres Padang Pariaman/Polda Sumbar.

Dari Saksi ke Tersangka: Proses Hukum yang Menjerat TI

Penyelidikan pun dimulai. Polisi bergerak cepat dengan memeriksa sejumlah saksi dan mengumpulkan bukti yang dapat memperkuat dugaan tersebut. TI awalnya diperiksa sebagai saksi pada Senin, 3 Maret 2025. Namun, setelah serangkaian penyelidikan yang mendalam, statusnya naik menjadi tersangka pada Rabu, 5 Maret 2025.

Puncaknya terjadi pada Senin, 10 Maret 2025, pukul 17.00 WIB, ketika penyidik Polres Padangpariaman resmi menahan TI setelah menemukan dua alat bukti kuat: keterangan saksi dan hasil visum yang menguatkan dugaan pencabulan.
Ipda Yuthedi, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Padangpariaman, menegaskan bahwa TI dijerat dengan Pasal 82 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun penjara, TI kini harus menghadapi proses hukum yang panjang dan berat.

“Kami berkomitmen melindungi hak-hak anak dan menindak tegas pelaku kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur. Ini adalah bentuk keseriusan kami dalam memberikan keadilan bagi korban,” ujar Yuthedi dalam keterangannya pada Selasa, 11 Maret 2025.

Perlawanan Keluarga Tersangka: Ancaman Balik terhadap Korban

Namun, perjuangan RJ untuk mendapatkan keadilan bagi anaknya tidak berjalan mulus. Sejak awal, keluarga tersangka terus membantah tuduhan tersebut dan bahkan mencoba menggiring opini bahwa laporan itu hanyalah rekayasa belaka.

“Keluarga TI menuduh saya berbohong dan mengancam akan melaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik jika laporan saya tidak berkembang,” ungkap RJ dengan suara bergetar.

Ancaman tersebut sempat membuatnya goyah, tetapi tekadnya untuk melindungi anaknya jauh lebih besar dari rasa takut. Baginya, kebenaran harus ditegakkan, apapun risikonya.

Surau yang Kini Sunyi: Luka yang Tak Mudah Sembuh

Kasus ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Nagari Tandikek. Surau yang dulu menjadi tempat anak-anak menuntut ilmu agama kini mendadak sunyi. Para orang tua merasa was-was, takut kejadian serupa terulang kembali.
“Dulu, setiap Magrib, suara anak-anak membaca Al-Qur’an terdengar sampai ke rumah. Sekarang, surau sepi. Kami semua masih syok,” ujar salah satu warga setempat.

Sementara itu, TI masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Polres Padangpariaman. Proses hukum terus berjalan, dan masyarakat kini menunggu keputusan yang akan menjadi penentu keadilan bagi korban kecil yang tak berdosa.

Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa kepercayaan adalah hal yang rapuh. Di balik kesalehan seseorang, selalu ada kemungkinan sisi gelap yang tak terduga. Kejadian ini bukan hanya sekadar kasus hukum, tetapi juga tragedi sosial yang mengguncang nilai-nilai moral di tengah masyarakat.
Kini, semua mata tertuju pada proses hukum yang akan menentukan apakah keadilan benar-benar bisa ditegakkan di atas luka yang telah terlanjur menganga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

Segenap wartawan & wartawati, Komisaris serta pemimpin Redaksi Trimatranews turut berduka cita atas bencana erupsi gunung Merapi Sumbar






.




Selamat datang di Cp 085319070835