TRIMATRANews | Pekanbaru (RIAU), Penetapan Gubernur Riau, Abdul Wahid, sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi babak baru dalam pemberantasan korupsi di Bumi Lancang Kuning.
Sosok yang sebelumnya dikenal sebagai pemimpin muda dengan gaya komunikatif itu kini harus berhadapan dengan hukum akibat dugaan suap proyek infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Kabar penetapan tersangka ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, di Gedung Merah Putih, Jakarta, usai pemeriksaan intensif terhadap sejumlah pihak terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada awal pekan lalu.
Dalam konferensi pers tersebut, Abdul Wahid diduga menerima suap dari rekanan proyek yang ingin mendapatkan pekerjaan pembangunan jalan dan fasilitas publik di wilayah provinsi.
Menurut Alexander, KPK menemukan adanya bukti kuat berupa uang tunai, dokumen kontrak proyek, serta komunikasi elektronik yang mengindikasikan keterlibatan Gubernur Abdul Wahid dalam pengaturan pemenang tender.
Dari hasil penyelidikan awal, nilai suap yang diterima mencapai ratusan juta rupiah dengan modus fee proyek dari sejumlah kontraktor.
Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka menambah panjang daftar kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi di Riau.
Provinsi ini sebelumnya juga mencatat sejarah kelam dengan beberapa gubernur yang terseret kasus serupa, sehingga publik kembali mempertanyakan efektivitas pengawasan internal pemerintah daerah. “Kami tidak akan pandang bulu. Siapa pun yang terlibat akan kami tindak sesuai bukti hukum,” tegas Alexander di hadapan wartawan.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menyampaikan bahwa lembaganya masih terus melakukan pendalaman terhadap aliran dana suap. Sejumlah pejabat dinas terkait proyek infrastruktur telah diperiksa, termasuk staf khusus gubernur dan beberapa kontraktor lokal yang disebut-sebut menjadi perantara transaksi. Penyidik juga tengah menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan pihak swasta di luar lingkup proyek pemerintah.
Reaksi publik di Pekanbaru pun beragam. Sejumlah aktivis antikorupsi menyayangkan kejadian ini dan mendesak KPK untuk menuntaskan penyidikan secara transparan. “Kasus ini harus menjadi pelajaran agar pejabat publik tidak lagi bermain dengan uang rakyat,” ujar Dedi Prasetyo, Koordinator LSM Transparansi Riau, yang menilai bahwa kasus Abdul Wahid adalah cerminan lemahnya sistem pengawasan di daerah.
Dari sisi Pemerintah Provinsi Riau, Sekretaris Daerah menyatakan roda pemerintahan akan tetap berjalan normal meski Gubernur Abdul Wahid ditetapkan sebagai tersangka. Pemerintah pusat juga disebut telah memantau situasi tersebut guna memastikan pelayanan publik tidak terganggu. “Kami menghormati proses hukum yang berjalan. Saat ini fokus kami tetap pada pelayanan masyarakat,” ungkapnya.
Di sisi lain, kalangan DPRD Riau menegaskan akan mengambil langkah konstitusional jika status Abdul Wahid berlanjut ke tahap penahanan. Ketua DPRD menyebut, sesuai peraturan, wakil gubernur akan menjalankan tugas harian untuk menjaga stabilitas pemerintahan daerah. Langkah ini diambil agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan selama proses hukum berlangsung.
Meski demikian, sebagian masyarakat masih berharap agar Abdul Wahid diberi kesempatan membela diri hingga proses pengadilan selesai. Beberapa tokoh masyarakat menilai bahwa keputusan akhir tetap harus diserahkan kepada majelis hakim, bukan opini publik. Namun, mereka juga berharap agar kasus ini menjadi momentum pembenahan besar dalam tata kelola proyek infrastruktur di Riau.
Dengan penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid, KPK menegaskan komitmennya untuk terus menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Lembaga antirasuah itu berjanji akan membuka semua hasil penyidikan secara terbuka, agar masyarakat dapat memantau jalannya kasus yang menjadi perhatian nasional ini.
# hp




Tidak ada komentar:
Posting Komentar